Tiga Warga Ditahan Pascabentrok
Berita terkait:
Brimob Tembak Warga
Pascabentrokan antara Brimob dengan warga Dusun Mendis, Desa Kaliberau, Kecamatan Bayung Lencir, Kabupaten Musi Banyuasin, sudah tiga warga desa ditahan pihak kepolisian. Seorang warga yang ditahan bernama Mustopa, adalah anak Ihwan yang menjadi korban tertembak peluru karet polisi.
Namun, Kepala Polres Musi Banyuasin Ajun Komisaris Besar Sabaruddin Ginting, Kamis (21/6), menjelaskan, Mustopa ditahan dalam perkara penipuan, bukan karena terlibat bentrokan. Mustopa ditangkap karena menjual tanah dan tanaman kelapa sawit yang sebenarnya milik PT Santana Adidaya Pratama (SAP).
"Mustopa menjual tanah dan tanaman sawitnya dengan harga murah, hanya Rp 10 juta setiap dua hektar. Mustopa juga membuat surat-surat fiktif. Orang yang telanjur membeli tanah dari Mustofa akan mempertahankan tanahnya sehingga terjadi bentrokan," kata Sabaruddin.
Menurut Sabaruddin, pada awalnya pembelian tanah warga yang difasilitasi kepala desa tersebut tidak menimbulkan masalah karena tanaman kelapa sawit belum berbuah. Persoalan baru muncul setelah tanaman kelapa sawit itu mulai berbuah. Muncul kelompok-kelompok yang melakukan intimidasi sehingga selama dua tahun tanaman kelapa sawit milik PT SAP tidak bisa dipanen.
"PT SAP kemudian meminta bantuan pengamanan dari Brimob. Anggota Brimob sudah berada di lokasi perkebunan itu selama 20 hari," ujar Sabaruddin.
Sedangkan dua warga lainnya yang ditahan dan dituduh terlibat pengeroyokan terhadap anggota polisi yakni Sugianto dan Armin.
Jumlah warga yang sudah diperiksa sebanyak enam orang. Sabaruddin mengungkapkan, selain kedua orang tersebut, polisi sedang melakukan pengejaran terhadap 15 orang lainnya yang kini melarikan diri. Ke-15 orang tersebut berada di barisan terdepan pada saat terjadi pengeroyokan.
Kedua tersangka, yaitu Sugianto dan Armin, menurut Sabaruddin, adalah korban penipuan Mustopa. Keduanya mempertahankan tanah yang dibeli.
Pelanggaran HAM
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Palembang Eti Gustina mengatakan, bentrokan itu merupakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM), dan LBH minta pelaku penembakan diusut tuntas. Penyelesaian konflik lahan tak harus dengan kekerasan, warga jangan dijadikan obyek tapi diperlakukan sebagai subyek.
"Kami mengecam penggunaan senjata yang justru menimbulkan korban. Padahal, sesuai konstitusi, senjata itu dipakai untuk melindungi dan mengayomi masyarakat," tutur Eti.
Sumber: Kompas
Brimob Tembak Warga
Pascabentrokan antara Brimob dengan warga Dusun Mendis, Desa Kaliberau, Kecamatan Bayung Lencir, Kabupaten Musi Banyuasin, sudah tiga warga desa ditahan pihak kepolisian. Seorang warga yang ditahan bernama Mustopa, adalah anak Ihwan yang menjadi korban tertembak peluru karet polisi.
Namun, Kepala Polres Musi Banyuasin Ajun Komisaris Besar Sabaruddin Ginting, Kamis (21/6), menjelaskan, Mustopa ditahan dalam perkara penipuan, bukan karena terlibat bentrokan. Mustopa ditangkap karena menjual tanah dan tanaman kelapa sawit yang sebenarnya milik PT Santana Adidaya Pratama (SAP).
"Mustopa menjual tanah dan tanaman sawitnya dengan harga murah, hanya Rp 10 juta setiap dua hektar. Mustopa juga membuat surat-surat fiktif. Orang yang telanjur membeli tanah dari Mustofa akan mempertahankan tanahnya sehingga terjadi bentrokan," kata Sabaruddin.
Menurut Sabaruddin, pada awalnya pembelian tanah warga yang difasilitasi kepala desa tersebut tidak menimbulkan masalah karena tanaman kelapa sawit belum berbuah. Persoalan baru muncul setelah tanaman kelapa sawit itu mulai berbuah. Muncul kelompok-kelompok yang melakukan intimidasi sehingga selama dua tahun tanaman kelapa sawit milik PT SAP tidak bisa dipanen.
"PT SAP kemudian meminta bantuan pengamanan dari Brimob. Anggota Brimob sudah berada di lokasi perkebunan itu selama 20 hari," ujar Sabaruddin.
Sedangkan dua warga lainnya yang ditahan dan dituduh terlibat pengeroyokan terhadap anggota polisi yakni Sugianto dan Armin.
Jumlah warga yang sudah diperiksa sebanyak enam orang. Sabaruddin mengungkapkan, selain kedua orang tersebut, polisi sedang melakukan pengejaran terhadap 15 orang lainnya yang kini melarikan diri. Ke-15 orang tersebut berada di barisan terdepan pada saat terjadi pengeroyokan.
Kedua tersangka, yaitu Sugianto dan Armin, menurut Sabaruddin, adalah korban penipuan Mustopa. Keduanya mempertahankan tanah yang dibeli.
Pelanggaran HAM
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Palembang Eti Gustina mengatakan, bentrokan itu merupakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM), dan LBH minta pelaku penembakan diusut tuntas. Penyelesaian konflik lahan tak harus dengan kekerasan, warga jangan dijadikan obyek tapi diperlakukan sebagai subyek.
"Kami mengecam penggunaan senjata yang justru menimbulkan korban. Padahal, sesuai konstitusi, senjata itu dipakai untuk melindungi dan mengayomi masyarakat," tutur Eti.
Sumber: Kompas
No comments:
Post a Comment