BERITA MUBA sangat berterima kasih apabila Anda memberikan suatu bentuk apresiasi dalam bentuk kritik, saran, komentar ataupun tulisan dan opini karena hal tersebut akan sangat membantu untuk pembanggunan MUBA di masa mendatang. Kirim Tulisan/Opini ke asahnet@gmail.com atau asahinternet@yahoo.com

Wednesday, February 3, 2010

Pahri-Ridwan Berseteru

SEKAYU — Bupati Musirawas (Mura), H Ridwan Mukti dan Bupati Musi Banyuasin (Muba), H Pahri Azhari berseteru. Tensi keduanya meninggi pasca rapat pembahasan kepemilikan blok Suban IV antara Mura dan Muba yang dipimpin Gubernur Sumsel, Alex Noerdin di Kantor Ditjen Pemerintahan Umum Depdagri, Jalan Kebon Sirih Jakarta, Kamis (26/11).

Seperti diberitakan Sripo, Sabtu (28/11) Bupati Musirawas, Ridwan Mukti beserta rombongan memilih Walk Out (WO) saat rapat sedang berlangsung. Ia memilih meninggalkan ruang rapat sebab melihat gelagat adanya upaya untuk menggiring rapat agar menyepakati usulan garis batas baru yang diusulkan gubernur untuk dijadikan Permendagri baru.

Hal itu dinilai merugikan masyarakat Musirawas karena sebelumnya sudah ada Permendagri yang menetapkan Musirawas sebagai pemilik sumur Suban IV tersebut. Namun klaim Mura bahwa Gubernur Sumsel berat sebelah dalam rapat itu dibantah keras Bupati Muba, H Pahri Azhari.

Dalam jumpa pers yang digelar di Sekayu, Sabtu (28/11), ia mengatakan kalau paparan Gubernur Sumsel 26 November lalu di Jakarta telah sesuai prosedur dan mengambil jalan keluar terbaik dalam penyelesaian kasus yang terjadi sejak tahun 2002 lalu.

“Tidak benar jika Gubernur Sumsel berat sebelah atau bertindak sewenang-wenang dalam penyelesaian batas Muba-Mura. Bagaimana berat sebelah kalau apa yang dipaparkan tidak merugikan salah satu pihak,” ujar Pahri.

Hadir dalam jumpa pers itu Wakil Ketua DPRD Muba Aidil Fitri dan Abu Sari Burhan serta tokoh masyarakat H Johansyah Hasan dan Kabag Tapal Batas, Yusnin. Pahri mengatakan rapat penyelesaian tapal batas antara Muba dan Mura yang digelar di Jakarta itu konstitusional dan legal karena pemrakarsa rapat adalah Ditjen PUM Depdagri yang sebelumnya telah melayangkan undangan resmi bernomor 136/4090/SJ/2009.

Surat dari Mendagri ini ditujukan kepada Bupati Mura, Bupati Muba, Gubernur Sumatera Selatan serta pimpinan dewan masing-masing kabupaten.

“Rapat itu juga merupakan rapat lanjutan dari rapat-rapat sebelumnya,” ungkapnya.

Ia menambahkan digelarnya rapat itu juga terkait belum adanya penentuan garis batas antar dua kabupaten.

“Bagaimana menentukan Sumur Suban IV milik Mura sementara tapal batas antara Muba dan Mura belum ditentukan,” ungkap Pahri. Makanya, pada 25 Oktober 2008 telah mengajukan surat keberatan kepada Dirjen BKAD Depdagri atas terbitnya Permendagri No 63 tahun 2007.

“Rapat kemarin juga belum masuk substansi membahas bagi hasil migas sumur Suban IV melainkan soal penyelesaian tapal batas. Selain itu keberatan Muba atas Permendagri no 63 tahun 2007 Mendagri dikabulkan dan menunda penyerahan bagi hasil migas ke Mura,” katanya.

Pahri juga meminta pemberitaan media clear dan tidak berpihak serta dibumbui alasan-alasan di luar konteks pembahasan rapat. Walau terkesan memanas, namun Pahri mengaku akan memilih sikap tenang, menunggu tindak lanjut Mendagri, serta tetap berjalan dalam koridor.

Namun tetap akan menanggapi aksi Ridwan Mukti yang WO dan meneriakkan sejumlah tuduhan melalui pemberitaan. Pahri mengatakan soal keberatan Bupati Mura, Dirjen memberikan kesempatan untuk meninjau kembali latar belakang terbitnya Permendagri No 63 tahun 2007.

Sementara itu Wakil Ketua DPRD Muba Aidil Fitri mengatakan pihaknya akan menyerahkan keputusan kepada pemerintah pusat. Dirinya juga membantah pernyataan Ridwan Mukti di media bahwa rapat sudah sejak semula diarahkan untuk memenangkan Muba.

Aidil yang hadir sejak rapat dibuka hingga usai tak melihat bahwa Gubernur Sumsel, H Alex Noerdin mengarahkan atau memihak kepada siapa pun.

“Semuanya berjalan biasa, normal dan tanpa tekanan,” katanya.

Tempuh Jalur Hukum Bukan hanya Bupati Muba M Pahri yang menggelar jumpa pers di Sekayu. Bupati Musirawas Ridwan Mukti juga menyediakan keterangan pers di Lubuklinggau, Sabtu (28/11). Bahkan Ridwan memastikan untuk penyelesaian sengketa perbatasan itu akan diselesaikan melalui jalur hukum.

“Ini bukan persoalan pribadi tapi menyangkut hajat masyarakat Musirawas. Untuk itu, kita tidak ingin persoalan perbatasan ini berlarut-larut. Maka kita akan tempuh jalur hukum saja untuk penyelesaiannya. Fakta hukum kita cukup kuat, jadi tidak ada alasan untuk tidak menempuh jalur hukum,” ujar Ridwan saat rapat pembentukan Tim Penyelesaian Sengketa Perbatasan yang melibatkan tim penasihat hukum dan sejumlah pejabat terkait, di Pendopo Kabupatenan Jl A Yani Lubuklinggau.

Menurutnya, jalur hukum terpaksa dilakukan karena pihaknya menilai adanya usulan garis batas baru yang diusulkan oleh Gubernur Sumsel dalam rapat di Depdagri beberapa hari lalu tidak sesuai dengan fakta di lapangan.

Ia berpatokan, berdasarkan peta yang dibuat Bakorsustanal pada tahun 1926, maka lokasi Suban IV yang menjadi titik awal persoalan perbatasan tersebut, masuk dalam wilayah Musirawas. “Permendagri Nomor 63 tahun 2007 sudah diterbitkan, dan Suban IV masuk Musirawas serta berhak menerima dana bagi hasil. Kalau Musibanyuasin merasa keberatan mengapa tidak menempuh jalur hukum saja,” ungkap Ridwan.

Pihaknya juga menuntut, dana bagi hasil senilai Rp 40 miliar per tahun, sejak tahun 2001-2007 yang selama ini masuk ke Musibanyuasin agar dikembalikan ke Musirawas.

Sumber: Sripo 30/11/09

No comments:

Ingin mendapatkan berita secara cepat? Silahkan anda masukkan kata kunci pencarian untuk mencari artikel yang anda cari di Berita Muba ini: