Sebagian Memang Tanah Rakyat
H Muhammad Abduh SH (mantan Kepala Biro Pemerintahan Sumsel di era Gubernur Ramli Hasan Basri) saat ditemui, Jumat (11/5) mengatakan permasalahan yang timbul terhadap lahan kelapa sawit antara PT sentosa Mulia Bahagia (SMB) dengan warga Desa Simpang Tungkal Muba karena pihak PT SMB yang mendapat hak guna usaha (HGU) bersama-sama pemerintah tidak pernah membuka peta dan memasang patok batas lahan. PT SMB langsung tunjuk dan menggarap lahan di kawasan Desa Simpang Tungkal itu.
Sepengetahuan saya, dulu memang hutan yang ditanami PT SMB ini hutan Negara dan mereka memang memiliki HGU. Namun seiring waktu, karena tidak ada patok yang jelas, PT SMB terus memperbesar lahan dan menyerobot lahan yang ada di sekitarnya. Entah itu hutan atau juga tanah milik rakyat. Jadi dari ratusan hektar tanah itu memang ada milik rakyat. Dulu awalnya tanah yang dibuka masih hutan belantara. Namun perusahaan melakukan pengembangan usaha terus menerus dan diperjalanan mereka ada yang mengambil tanah rakyat. Bahkan dari keterangan Kepala Desa Simpang Tungkal beberapa tahun lalu, ada tanah pekuburan dan tanah sekolah yang juga diserobot untuk membuka usaha PT SMB.
Untuk itu semestinya gubernur atau bupati membentuk tim yang independent untuk membahas masalah ini dan membuat patok tanah milik perusahaan dan milik rakyat agar masalah sengketa tidak berlarut-larut. Jika ini dibiarkan terus maka sengketa tidak akan selesai dan bukan tidak mungkin gejolak yang lebih hebat justru akan terjadi.
Sebaiknya PT SMB bersama-sama pemerintah dan rakyat membuat pematokan ulang di atas tanah yang dikuasai PT SMB. Kalau di atas tanah HGU yang diberikan pemerintah kepada H Halim atau PT SMB ini ada tanah rakyat, maka itu harus dikembalikan atau dibayar ganti rugi dengan wajar.
Saya mengharapkan agar tidak terjadi apa-apa supaya bupati atau pemerintah setempat bersama perusahaan dan rakyat mengadakan gelar peta dan pematokan ulang batas-batas tanah. Jika di lahan ini memang ada tanah rakyat maka perusahaan harus mundur dan ganti rugi yang sesuai.
Sumber: Sripo
Sepengetahuan saya, dulu memang hutan yang ditanami PT SMB ini hutan Negara dan mereka memang memiliki HGU. Namun seiring waktu, karena tidak ada patok yang jelas, PT SMB terus memperbesar lahan dan menyerobot lahan yang ada di sekitarnya. Entah itu hutan atau juga tanah milik rakyat. Jadi dari ratusan hektar tanah itu memang ada milik rakyat. Dulu awalnya tanah yang dibuka masih hutan belantara. Namun perusahaan melakukan pengembangan usaha terus menerus dan diperjalanan mereka ada yang mengambil tanah rakyat. Bahkan dari keterangan Kepala Desa Simpang Tungkal beberapa tahun lalu, ada tanah pekuburan dan tanah sekolah yang juga diserobot untuk membuka usaha PT SMB.
Untuk itu semestinya gubernur atau bupati membentuk tim yang independent untuk membahas masalah ini dan membuat patok tanah milik perusahaan dan milik rakyat agar masalah sengketa tidak berlarut-larut. Jika ini dibiarkan terus maka sengketa tidak akan selesai dan bukan tidak mungkin gejolak yang lebih hebat justru akan terjadi.
Sebaiknya PT SMB bersama-sama pemerintah dan rakyat membuat pematokan ulang di atas tanah yang dikuasai PT SMB. Kalau di atas tanah HGU yang diberikan pemerintah kepada H Halim atau PT SMB ini ada tanah rakyat, maka itu harus dikembalikan atau dibayar ganti rugi dengan wajar.
Saya mengharapkan agar tidak terjadi apa-apa supaya bupati atau pemerintah setempat bersama perusahaan dan rakyat mengadakan gelar peta dan pematokan ulang batas-batas tanah. Jika di lahan ini memang ada tanah rakyat maka perusahaan harus mundur dan ganti rugi yang sesuai.
Sumber: Sripo
No comments:
Post a Comment