Tuntutan Warga Ditolak
PT Sentosa Mulia Bahagia Tetap Gusur Petani Bayung Lencir
Pihak PT Sentosa Mulia Bahagia memastikan akan tetap mengelola lahan yang mereka miliki di Kecamatan Bayung Lencir, Musi Banyuasin, sesuai hak guna usaha. Konsekuensinya, tuntutan warga untuk tetap mengelola lahan mereka terpaksa diabaikan.
Kuasa Hukum PT Sentosa Mulia Bahagia (SMB), Dahlan Kadir, di Palembang, Jumat (11/5), mengatakan bahwa pihaknya tidak pernah merampas tanah warga di Desa Simpang Tungkal, Bayung Lencir, Musi Banyuasin, karena lahan itu telah ditetapkan sebagai hak guna usaha (HGU) PT SMB pada tahun 1997.
"Sebagai investor pemegang HGU, PT SMB juga dikejar waktu untuk segera mengelola lahan yang belum tergarap. Warga yang mengelola lahan itu harus pindah," katanya.
Namun, kata Dahlan, pihaknya memberikan kompensasi kepada warga yang tergusur dengan mengizinkan mereka untuk menempati areal tertentu di lahan tersebut. Pihaknya sedang membuat parit pembatas lahan perusahaan dengan warga, dan mengganti rugi tanaman warga yang tergusur.
Gelar dialog
Sejumlah warga Desa Simpang Tungkal menggelar dialog dengan Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin dan PT SMB, Jumat kemarin. Dialog tersebut merupakan kelanjutan dari unjuk rasa puluhan warga sehari sebelumnya, yang menimbulkan insiden pemblokiran jalan lintas timur di Desa Simpang Tungkal.
Dalam pertemuan itu, warga menuntut penggusuran dihentikan karena mereka sudah tinggal di sana sejak tahun 1958. Tanah warga di Desa Peninggalan, Bedeng Seng, Simpang Tungkal, dan Pangkalan Kersik terancam digusur karena masuk dalam HGU PT SMB. Warga meminta agar lahan itu dibebaskan.
Masyarakat juga mendesak agar pembuatan parit pembatasan dihentikan selama persoalan lahan itu belum diselesaikan.
Asisten I Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin, Agus Yusdiantoro, mengatakan pihaknya akan mendatangi lokasi lahan yang bermasalah itu dan segera menggelar kembali pertemuan antara warga dengan PT SMB.
"Pemerintah akan mengupayakan jalan tengah bagi kedua pihak," ujar Agus.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum Palembang, Eti Gustina, mengatakan bahwa perusahaan harus mendengarkan aspirasi warga agar keputusan yang diambil tidak sepihak.
Sumber: Kompas
Pihak PT Sentosa Mulia Bahagia memastikan akan tetap mengelola lahan yang mereka miliki di Kecamatan Bayung Lencir, Musi Banyuasin, sesuai hak guna usaha. Konsekuensinya, tuntutan warga untuk tetap mengelola lahan mereka terpaksa diabaikan.
Kuasa Hukum PT Sentosa Mulia Bahagia (SMB), Dahlan Kadir, di Palembang, Jumat (11/5), mengatakan bahwa pihaknya tidak pernah merampas tanah warga di Desa Simpang Tungkal, Bayung Lencir, Musi Banyuasin, karena lahan itu telah ditetapkan sebagai hak guna usaha (HGU) PT SMB pada tahun 1997.
"Sebagai investor pemegang HGU, PT SMB juga dikejar waktu untuk segera mengelola lahan yang belum tergarap. Warga yang mengelola lahan itu harus pindah," katanya.
Namun, kata Dahlan, pihaknya memberikan kompensasi kepada warga yang tergusur dengan mengizinkan mereka untuk menempati areal tertentu di lahan tersebut. Pihaknya sedang membuat parit pembatas lahan perusahaan dengan warga, dan mengganti rugi tanaman warga yang tergusur.
Gelar dialog
Sejumlah warga Desa Simpang Tungkal menggelar dialog dengan Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin dan PT SMB, Jumat kemarin. Dialog tersebut merupakan kelanjutan dari unjuk rasa puluhan warga sehari sebelumnya, yang menimbulkan insiden pemblokiran jalan lintas timur di Desa Simpang Tungkal.
Dalam pertemuan itu, warga menuntut penggusuran dihentikan karena mereka sudah tinggal di sana sejak tahun 1958. Tanah warga di Desa Peninggalan, Bedeng Seng, Simpang Tungkal, dan Pangkalan Kersik terancam digusur karena masuk dalam HGU PT SMB. Warga meminta agar lahan itu dibebaskan.
Masyarakat juga mendesak agar pembuatan parit pembatasan dihentikan selama persoalan lahan itu belum diselesaikan.
Asisten I Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin, Agus Yusdiantoro, mengatakan pihaknya akan mendatangi lokasi lahan yang bermasalah itu dan segera menggelar kembali pertemuan antara warga dengan PT SMB.
"Pemerintah akan mengupayakan jalan tengah bagi kedua pihak," ujar Agus.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum Palembang, Eti Gustina, mengatakan bahwa perusahaan harus mendengarkan aspirasi warga agar keputusan yang diambil tidak sepihak.
Sumber: Kompas
No comments:
Post a Comment