Tindak Lanjut Laporan Tak Jelas, Pelapor Gugat KPK ke Pengadilan
Penggugat juga mempersoalkan premi yang harus diberikan kepada pelapor dugaan tindak pidana korupsi.
Lanjutan laporan dugaan korupsi di Kabupaten Musi Banyuasin
Hingga saat ini belum ada satu pun terdakwa perkara korupsi yang diserahkan KPK ke Pengadilan Tipikor lolos dari jerat hukum. Karena itu, KPK seolah menjadi momok menakutkan bagi para pelaku korupsi. Sebaliknya, warga masyarakat terus menyampaikan laporan dugaan korupsi ke Komisi yang diketuai Taufiqurrahman Ruki itu. Maklum, pelapor bisa diberikan penghargaan. Entah karena tawaran penghargaan itu atau tidak, jumlah laporan atau pengaduan yang masuk ke KPK terus bertambah.
Penghargaan tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2000. PP ini menyebutkan bahwa setiap orang, organisasi masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang telah berjasa dalam usaha membantu upaya pencegahan atau pemberantasan tindak pidana korupsi berhak mendapat penghargaan, berupa piagam atau premi.
Penghargaan dalam bentuk piagam sih relatif gampang. Kalau premi? Itu pula yang akhirnya menyeret KPK yang diwakili ketuanya sebagai tergugat di PN Jakarta Pusat. Selain karena persoalan premi, gugatan itu juga didasari tindak lanjut laporan ke KPK yang tak jelas penyelesaiannya.
Pelapor yang akhirnya menggugat itu bernama Syamsul Bahri, Koordinator Forum Pemantau Reformasi Anti KKN dan Peduli Harta Negara. Forum ini adalah sebuah lembaga swadaya masyarakat.
Berbekal hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Syamsul memberanikan diri melaporkan dugaan korupsi dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan senilai Rp175 miliar dan proyek tenaga listrik di Sumatera Selatan tahun 2004 senilai Rp32 miliar.
Syamsul menunggu kabar, namun petinggi Kabupaten Musi Banyuasin tak kunjung diseret ke proses hukum. Ia berkesimpulan laporannya tidak kunjung ditindaklanjuti oleh KPK. Apalagi ia juga telah memberikan laporan serupa pada 24 Januari dan 8 Juli 2006. Merasa laporannya tak ditindaklanjuti, Syamsul mendaftarkan gugatan ke PN Jakarta Pusat, April lalu.
Dalam gugatannya, Syamsul tidak hanya mempermasalahkan laporan yang tidak kunjung ditindaklanjuti, tetapi juga “meributkan” premi yang seharusnya diterimanya sebagai pelapor.
Menyangkut soal premi ini, KPK mengajukan amunisi penting. Sesuai dengan PP Nomor 71 Tahun 2000, penghargaan berupa premi diberikan kepada pelapor setelah putusan pengadilan yang memidana terdakwa memperoleh kekuatan hukum tetap. “Sesuai dengan PP, premi itu yang bayar juga bukan KPK, tapi Kejaksaan Agung, setelah putusan berkekuatan hukum tetap,” jelas Feryson, staf legal KPK yang menjadi kuasa hukum Taufiqurrahman Ruki.
Besarnya premi tersebut paling banyak sebesar 2/1000 (dua permil) dari nilai kerugian keuangan negara yang dikembalikan. Kalau rumus itu dipakai, maka hitung-hitungannya adalah 2/1000 dikalikan Rp2,07 miliar. Dengan demikian uang yang bisa mampir ke kantong Syamsul mencapai Rp414 juta. “Itu adalah kerugian material penggugat,” urai Syamsul dalam gugatannya.
Kepada hukumonline, Syamsul berkilah dirinya tidak hanya mempermasalahkan premi. “Yang utama kita permasalahkan di sini justru persoalan tindak lanjut laporan,” ujarnya. Namun ketika ditanya lebih lanjut soal premi, ia mengelak menjawab. “Kalau itu nggak enak saya menyebutnya,” tukas Syamsul sambil.
Dalam eksepsi tergugat pada sidang yang lalu, pihak KPK mempermasalahkan kompetensi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam memeriksa perkara ini. Menurut Fery, perkara ini masuk dalam lingkup tata usaha negara dan karenanya PN Jakarta Pusat tidak berwenang memeriksa gugatan ini. “Sebagai lembaga negara, apapun produk yang dikeluarkan KPK, baik itu kebijakan maupun lainnya, termasuk Surat Keputusan, merupakan objek tata usaha negara, sehingga harus diajukan ke PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara),” jelasnya.
Fery menambahkan, selama ini KPK bukan tidak menindaklanjuti laporan Syamsul. “Tindak lanjut laporan kan bisa macam-macam, dan itu semua juga kita beritahukan kepada pelapor. Catatannya ada,” jelas Syamsul.
Namun, Syamsul mengaku tidak pernah mendapat pemberitahuan tindak lanjut laporan sebagaimana dimaksud Fery. “Katanya sih ada, tapi saya sebagai pelapor tidak pernah terima,” ujarnya.
Sumber: hukumonline.com
No comments:
Post a Comment